Sabtu, Maret 17, 2012

TUGAS INFORMATION SERCHING



TUGAS JARLAN
INFORMATION SEARCHING



ALDIO FIKRI SIDDIK
112090115
TI 32 GAB 23





INSTITUT TEKNOLOGI TELKOM
2012


Telekomunikasi mempunyai sifat yang berubah terus menerus, nyaris tidak bertepi dan mampu mengubah tatanan wajah dunia, mengubah pola pikir manusia, memengaruhi perilaku dan kehidupan umat manusia. Telekomunikasi saat ini sudah menjadi kebutuhan hidup yang disejajarkan dengan hak asasi manusia.
Tujuh tahun lalu telekomunikasi Indonesia memasuki sejarah baru. Lewat Undang-undang Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, sektor ini resmi menanggalkan privilege monopolinya untuk segera bertransisi ke era kompetisi. Kompetitor baru pun diundang masuk menjadi operator jaringan maupun jasa di sektor ini. Banyak kalangan berlega hati menyambut lahirnya undang-undang telekomunikasi tersebut. Apalagi tahun itu lahir juga Undang-undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Namun ternyata kompetisi telekomunikasi jauh panggang dari api. Muncul banyak pihak meminta dibentuknya badan regulasi independen. Sebuah Badan Regulasi Mandiri (IRB-Independent Regulatory Body) yang diharapkan dapat melindungi kepentingan publik (pengguna telekomunikasi) dan mendukung serta melindungi kompetisi bisnis telekomunikasi sehingga menjadi sehat, efisien dan menarik para investor. Tanggal 11 Juli 2003 akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31/2003 tentang penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). BRTI adalah terjemahan IRB versi pemerintah yang diharapkan pada akhirnya menjadi suatu Badan Regulasi yang ideal.
Komentar yang banyak muncul kemudian adalah pemerintah dianggap setengah hati karena salah satu personel BRTI sekaligus menjadi Ketua adalah Dirjen Postel. Kepmenhub No. 31/2003 tersebut [telah diubah dengan Peraturan Menteri Kominfo No. 25/Per/M.Kominfo/11/2005 tentang Perubahan Pertama atas Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.31 tahun 2003 tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia] juga tidak memberi wewenang eksekutor kepada BRTI. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 67 Tahun 2003 tentang Tata Hubungan Kerja antara Departemen Perhubungan dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia sehingga dipertanyakan efektivitas BRTI dalam mengawal kompetisi telekomunikasi.
Namun terlepas dari polemik di atas, menjadi tugas bersama untuk mendorong agar BRTI yang sudah terbentuk ini dapat bekerja maksimal sehingga dapat memacu perkembangan industri telekomunikasi lewat iklim kompetisi, meningkatkan efisiensi dan memproteksi kepentingan publik secara de facto dan de jure.

Sesuai KM. 31/2003
A. Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
  1. Perizinan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
  2. Standar kinerja operasi;
  3. Standar kualitas layanan;
  4. Biaya interkoneksi;
  5. Standar alat dan perangkat telekomunikasi.
B. Pengawasan terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
  1. Kinerja operasi;
  2. Persaingan usaha;
  3. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi.
C. Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
  1. Penyelesaian perselisihan antar penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi;
  2. Penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi;
  3. Penerapan standar kualitas layanan.
Sesuai KM. 67/2003
Fungsi Pengaturan
  • Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang perizinan jaringan dan jasa telekomunikasi yang dikompetisikan sesuai Kebijakan Menteri Perhubungan.
  • Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standar kinerja operasi penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi.
  • Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang biaya interkoneksi.
  • Menyusun dan menetapkan ketentuan tentang standardisasi alat dan perangkat telekomunikasi.
Fungsi Pengawasan
  • Mengawasi kinerja operasi penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
  • Mengawasi persaingan usaha penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
  • Mengawasi penggunaan alat dan perangkat penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
Fungsi Pengendalian
  • Memfasilitasi penyelesaian perselisihan.
  • Memantau penerapan standar kualitas layanan.

Menurut peraturan pemerintah no 52 tahun 2000 mengenai kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi khusus :
BAB III
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI KHUSUS
Pasal 38
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus diselenggarakan untuk keperluan:
a. sendiri;
Bagian Pertama
Umum


b. pertahanan keamanan negara;
c. penyiaran.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus
Untuk Keperluan Sendiri

Pasal 39
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dilakukan untuk keperluan:
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah;
c. dinas khusus;
d. badan hukum.

Pasal 40
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a meliputi :
a. amatir radio;
b. komunikasi radio antar penduduk.



Pasal 41
(1)
Kegiatan amatir  radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal  40 huruf a digunakan untuk saling berkomunikasi tentang ilmu pengetahuan, penyelidikan
teknis dan informasi yang berkaitan dengan teknik radio dan elektronika.
 (2) Kegiatan amatir radio dapat digunakan untuk penyampaian berita mara bahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR).



Pasal 42
(1)
Kegiatan komunikasi  radio antar  penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal  40 huruf  b digunakan untuk saling berkomunikasi  tentang kegiatan
kemasyarakatan.
 (2) Kegiatan komunikasi radio antar penduduk dapat digunakan untuk penyampaian berita mara bahaya, bencana alam, pencarian dan pertolongan (SAR).



Pasal 43
(1)
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b dilaksanakan oleh instansi
pemerintah untuk mendukung kegiatan pemerintahan.
 (2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah dapat diselenggarakan jika:
  a. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
  b. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi; dan atau
  c. kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi yang tersendiri dan terpisah.



Pasal 44
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c dilaksanakan oleh instansi pemerintah
untuk mendukung kegiatan dinas yang bersangkutan.

Pasal 45
(1)
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d dilaksanakan oleh badan hukum
untuk mendukung kegiatan dan atau usahanya.
 (2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan badan hukum dapat diselenggarakan jika :
  a. keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
  b. lokasi kegiatannya belum terjangkau oleh penyelenggara jaringan dan atau jasa telekomunikasi; dan atau
  c. kegiatannya memerlukan jaringan telekomunikasi yang tersendiri dan terpisah.






Pasal 46
(1)
Dalam hal  penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat  menyediakan akses di  daerah tertentu,
maka penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau
jasa telekomunikasi dengan izin Menteri.
(2)
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang menyelenggarakan jaringan telekomunikasi  dan atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib mengikuti ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi.
(3)
Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) maka penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat menyelenggarakan jaringan dan jasa telekomunikasi.


Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus Untuk
Keperluan Pertahanan Keamanan Negara

Pasal 47
(1)
Penyelenggaraan  telekomunikasi  khusus  untuk  keperluan  pertahanan keamanan  negara sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal  38 huruf  b  adalah
penyelenggaraan  telekomunikasi  yang  sifat,  bentuk  dan  kegunaannya  diperuntukan  khusus  bagi  keperluan  pertahanan  keamanan  negara  yang
dilaksanakan oleh Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia.
(2)
Ketentuan mengenai  tata cara penyelenggaraan telekomunikasi  khusus untuk keperluan pertahanan negara diatur  dengan keputusan Menteri  yang
bertanggung jawab di bidang pertahanan.
(3)
Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan keamanan negara diatur dengan Keputusan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia.


Pasal 48
(1)
Pembinaan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan negara dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pertahanan.
(2) Pembinaan penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan keamanan negara dilaksanakan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.


Pasal 49
(1)
Dalam keadaan jaringan telekomunikasi  yang diselenggarakan oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan negara belum
atau  tidak  mampu  mendukung  kegiatan  pertahanan  negara,  penyelenggara  telekomunikasi  khusus  untuk  keperluan  pertahanan  negara  dapat
menggunakan atau memanfaatkan penyelenggaraan telekomunikasi khusus lainnya.
(2)
Dalam keadaan jaringan telekomunikasi  yang diselenggarakan oleh penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan keamanan negara belum
atau  tidak  mampu  mendukung  kegiatan  keamanan  negara,  penyelenggara  telekomunikasi  khusus  untuk  keperluan  keamanan  negara  dapat
menggunakan atau memanfaatkan penyelenggaraan telekomunikasi khusus lainnya.
(3)
Dalam penggunaan dan pemanfaatan jaringan dan atau jasa telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi lain, penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan negara wajib mengikuti ketentuan pengunaan jaringan dan atau
jasa telekomunikasi yang berlaku.
(4)
Dalam penggunaan dan pemanfaatan jaringan dan atau jasa telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi lain, penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan keamanan negara wajib mengikuti ketentuan pengunaan jaringan dan atau
jasa telekomunikasi yang berlaku.
(5)
Ketentuan lebih lanjut  tentang tata cara penggunaan dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1) ditetapkan bersama oleh Menteri  dan
menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan.
(6)
Ketentuan lebih lanjut  tentang tata cara penggunaan dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat  (2) ditetapkan bersama oleh Menteri  dan
Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 50
Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 dilarang untuk
:
a. menyelenggarakan telekomunikasi di luar peruntukannya;
b. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan telekomunikasi lainnya; dan


c.
memungut  biaya dalam bentuk apapun atas penggunaan dan atau pengoperasiannya,  kecuali  untuk telekomunikasi  khusus yang berkenaan dengan
ketentuan internasional yang telah diratifikasi.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus
Untuk Keperluan Penyiaran

Pasal 51
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c adalah penyelenggaraan telekomunikasi
yang sifat, bentuk dan kegunaannya diperuntukan khusus bagi keperluan penyiaran.

Pasal 52
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran dilaksanakan oleh penyelenggara penyiaran guna memenuhi kegiatan penyiaran.

Pasal 53
(1) Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran wajib membangun sendiri jaringan sebagai sarana pemancaran dan sarana transmisi
untuk keperluan penyiaran.
(2) Penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang menyewakan jaringannya kepada
penyelenggara telekomunikasi lainnya.


Pasal 54
(1) Jaringan telekomunikasi  khusus untuk keperluan penyiaran dapat  disambungkan ke jaringan telekomunikasi  lainnya sepanjang digunakan khusus untuk
keperluan penyiaran.
(2) Dalam hal jaringan telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran disambungkan ke jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi
lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat  (1),  penyelenggara telekomunikasi  khusus untuk keperluan penyiaran wajib mengikuti  ketentuan penggunaan
jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi.


BAB IV
PERIZINAN
Pasal 55
(1)   Untuk penyelenggaraan telekomunikasi diberikan izin melalui tahapan izin prinsip dan izin penyelenggaraan.

Badan atau organisasi standardisasi adalah suatu organisasi yang aktivitas utamanya adalah mengembangkan, mengkoordinasikan, menyebarluaskan, merevisi, menerbitkan, menginterpretasikan, atau memelihara standar yang menjadi perhatian pengguna luas di luar organisasi pengembang standar tersebut. Banyak standar sukarela yang ditawarkan untuk digunakan oleh orang, regulator, atau industri. Jika suatu standar berhasil diterima banyak pihak dan menjadi dominan, standar tersebut dapat menjadi standar de facto untuk suatu industri. Hal ini telah terjadi misalnya pada protokol modem yang dikembangkan oleh Hayes, standar huruf TrueType Apple dan protokol PCL yang digunakan oleh Hewlett-Packard pada pencetak komputer yang diproduksinya.
Menurut lingkup geografisnya, badan standar dapat berupa badan standardisasi internasional, regional, atau nasional. Contoh badan standardisasi internasional adalah ISO atau IEC, sedangkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah contoh badan standardisasi nasional di Indonesia.




Badan regulasi Telekomunikasi ada di tingkat Internasional dan Nasional
Internasional :
International Telecommunication Union (ITU)
ITU didirikan di Paris tahun 1865 dengan nama International Telegraph Union, dan berganti naman menjadi International Telecommunication Union pada 1934 dan menjadi agency di PBB pada tahun 1947
ITU adalah organisasi global yang melibatkan sektor publik dan private terkait permasalahan telecommunication

Nasional:
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) [KM31/2003]
Maksud pembentukan BRTI adalah dalam rangka menjamin adanya transparansi, independensi dan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi, baik dalam fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi.
Tujuan ditetapkannya BRTI adalah untuk meningkatkan kinerja pelayanan dalam penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
ALDIO FIKRI SIDDIK © 2012 | Designed by LogosDatabase.com, in collaboration with Credit Card Machines, Corporate Headquarters and Motivational Quotes